Repvblik_Sosiologi
catatan kuliah sosiologi fisip undana Kupang
Rabu, 26 Februari 2014
skripsi Implikasi sosial produk iklan ponds (Studi sosiologis pada Mahasiswa Fisip Undana)
kali ini saya sengaja mengupload skripsi sahabat saya yang berjudul Implikasi sosial produk iklan ponds (Studi sosiologis pada Mahasiswa Fisip Undana). ini saya lakukan bertujuan untuk membantu teman-teman sekalian yang mungkin sedang melakukan penelitian dengan tema serupa dan dapat dijadikan sebagai referensi dalam tulisan teman-teman. mohon untuk tidak melakukan plagiasi atau sejenisnya. untuk mengunduh silakan klik disini
SKRIPSI PERAN PEER GROUP DALAM MEMBENTUK PERILAKU KONSUMTIF MAHASISWA (Suatu Kajian Terhadap Kehidupann Mahasiswa Jurusan Sosiologi FISIP UNDANA Kupang)
kali ini saya sengaja mengupload skripsi sahabat saya yang berjudul PERAN
PEER GROUP DALAM MEMBENTUK PERILAKU
KONSUMTIF MAHASISWA (Suatu Kajian Terhadap Kehidupann Mahasiswa
Jurusan Sosiologi FISIP
UNDANA Kupang). ini saya lakukan bertujuan untuk membantu teman-teman sekalian yang mungkin sedang melakukan penelitian dengan tema serupa dan dapat dijadikan sebagai referensi dalam tulisan teman-teman. untuk mengunduh silakan klik disini
Skripsi Kekerasan dalam pacaran (suatu kajian terhadap kehidupan remaja di kelurahan ekasapta kecamatan larantuka kabupaten flores timur)
skripsi ini sengaja saya upload untuk membantu teman-teman sekalian yang mungkin sedang melakukan penelitian serupa dan dapat dijadikan sebagai referensi dalam penelitian. untuk mengunduh silakan klik disini
Jumat, 07 September 2012
Bunuh Diri Dalam Perspektif Sosiologi
Fenomena bunuh
diri sudah sangat dekat dengan pikiran kita dan sangat dekat dengan pembicaraan
yang identik dengan terorisme, mereka berani-beraninya bunuh diri
mengatasnamakan agama, yang mengatakan
Jihad, ada juga yang bunuh diri karena motif ekonomi bahkan mereka berani
melakukan hal ini karena adanya rasa kekeluargaan pada yang kuat atau rasa
persatuan yang mengikat pada individu yang berkaitan sehingga mereka bunuh diri
secara masal dirumah mereka ataupun di perkumpulan yang mereka rancang.Kemudian
muncul beberapa pertanyaan yang muncul dari benak kita. Mengapa hal itu
terjadi? Mengapa mereka sampai melakukan tindakan bunuh diri? Apa motif tujuan
dari bunuh diri.
Bunuh diri merupakan
suatu fenomena pembunuhan dimana mereka membunuh diri mereka sendiri. Emile
Durkheim merupakan tokoh Sosiologi yang secara koperhensif mengakaji latar
belakang penyebab seseorang atau kelompok melakukan bunuh diri. Berbeda dengan
para ahli psikologi, yang mengkaji bunuh diri berdasarkan gejala-gejala psikis.
Seperti yang dikutip dalam Nicholas Abercrombie, Stephen Hill, dan Bryan S.
Turner (2010: 563), Emile Durkheim mengkaji bunuh diri berdasarkan kompleksitas
sosial, ini dibuktikan dengan fakta bahwa tingkat bunuh diri lebih rendah di
wilayah pedesaan, dimana gaya hidup mereka lebih sederhana daripada di
perkotaan.
Kompleksitas
sosial merupakan bagian dari fakta sosial, dimana fakta sosial dalam G. Ritzer
(2010) disamakan dengan ‘pranata sosial’ oleh Emile Durkheim. Pranata sosial
Menurut pengikutnya, Marcel Mauce dan P. Fanconnet, mencakup cara bertingkah
laku dan bersikap yang tidak terbentuk dan yang telah diketemukan oleh individu
di dalam pergaulan hidup dimana ia kemudian menjadi bagian daripadanya,
sehingga, cara-cara bertingkah laku dan bersikap yang diketemukannya itu
memaksanya untuk menurutinya dan untuk mempertahankannya. Fakta sosial menurut
Marcel Mauce bersifat ekternal terhadap individu dan merupakan barang sesuatu
yang sungguh-sungguh ada dan terpisah dari individu, serta mempengaruhinya
(external and coercive) (G.Ritzer, 2010:19).
Dalam buku
karangannya Emile Durkheim yang berjudul ‘suicide’ (1897) yang dikutip dalam
Nicholas Abercrombie, Stephen Hill, dan Bryan S. Turner (2010), ia menjelaskan
bahwa keputusan bunuh diri yang tampaknya merupakan gejala individual, ternyata
dapat dipahami sebagai pengaruh dari berbagai bentuk solidaritas sosial dalam
berbagai latar sosial. Durkheim dalam bukunya tersebut mengidentifikasi empat
jenis bunuh diri berdasarkan analisis statistika bunuh diri pada berbagai
masyarakat dan berbagai kelompok di dalamnya. Empat jenis bunuh diri tersebut
meliputi bunuh diri ‘egoistik, bunuh diri ‘anomik’, bunuh diri ’alturistik’ dan
bunuh diri ‘fatalistik’.
1. Bunuh diri egoistik, merupakan bunuh diri yang disebabkan
oleh adanya etos individualistis dimana individu bertanggung jawab atas
keselamatan mereka sendiri. Hal ini bisa terjadi pada kasus bunuh diri di
kalangan para artis Korea beberapa waktu yang lalu.
2. Bunuh diri anomik, merupakan bunuh diri yang disebabkan
oleh ketidakhadiran norma, kekaburan norma atau ketika norma-norma berkonflik.
Dalam Novri Susan (2010: 44), bunuh diri anomi adalah hasil tercerabutnya
indvidu dari tatanan sossial. Individu mengalami persengketaan dengan nilai dan
norma di lingkungannya. Menurut Robert K. Merton dalam Jokie M.S. Siahaan
(2009), keadaan anomie merupakan wujud adaptasi dari individu atau kelompok
atas ketidakjelasn norma. Contoh: kasus bunuh diri akibat penyakit yang diderita
tidak jelas kesembuhannya oleh tim medis.
3. Bunuh diri alturistik atau bunuh diri pengorbanan, banyak
ditemukan pada masyarakat primitif dan tentara dalam masyarakat modern, dimana
solidaritas mekanis lebih kuat dan bunuh
diri merupakan sesuatu yang lazim dilakukan demi kebaikan kelompok. Contoh lain dari bunuh diri alturistik adalah
kasus bom bunuh diri dari kelompok radikal di Bali, India dan Timur Tengah.
4. Bunuh diri fatalistik, diakibatkan oleh adanya peraturan
sosial yang berlebihan. Contoh: kasus bunuh diri di zaman romusha pada kolonial
Belanda.
Bagaimana dengan
Indonesia?, bunuh diri mana yang masuk kategori masyarakat Indonesia?, apakah
anomi, egoistik, falistik ataupun altruistik. Pada dasarnya bunuh diri yang
telah dikelompokkan oleh Durkheim, untuk di Indonesia ada semuanya akan tetapi
yang kerap terjadi adalah bunuh diri altruistik dan egoistik .
Kalau bunuh diri
yang dikategorikan altruistik ketika adanya bom bunuh diri dimana-mana yang
dipelopori oleh Noordin M. Top warga kebangsaan Malaysia yang menggegerkan
masyarakat Indonesia. Bagaimana bunuh diri itu terjadi karena adanya ikatan
baik mereka merasa ajaran yang dibawa oleh Noordin itu benar sehingga
orang-orang asing bisa dikatakan non muslim adalah perusak islam. Nah, setelah
diajarkan untuk merakit bom dan dibekali ilmu agama yang menyeleweng dari
syariat. Mereka sang pelaku bom bunuh diri pun melaksanakan tugas dengan
iming-iming kata Jihad, dengan embel-embel agama mereka berani bunuh diri
dengan meledakkan bom.
Sedangkan bunuh
diri egoistik yang terjadi belum lama ini dapat dicontohkan dengan bunuh diri
di Super Market- Super Market dan juga dengan munculnya film 2012 yang film ini
sempat membuat geger para sebagian masyarakat Indonesia seperti bunuh diri
setelah mendengar isu tahun 2012 akan kiamat, seorang pria nekat melompat untuk
mengakhiri hidupnya dari gedung yang tinggi setelah melakukan sembahyang. Di
kabarkan bahwa ia bunuh diri karena telah sakit-sakitan selama hidupnya
sedangkan ia hdup menjadi beban kelurganya. Nah dengan motif itu ia lalu
melompat karena takut menyusahkan orang lain. Maka ini dapat dikatakan bunuh
diri egoistis karena egosime semata ia bunuh diri.
Rokok dalam kajian sosiologi
Rokok adalah benda
beracun yang memberi efek santai dan sugesti merasa lebih jantan. Dan
menyebabkan gejala yang sangat fatal bila tidak dihentikan. Kebiasaan merokok
selain mempengaruhi kesehatan juga mempengaruhi kepribadian. Perokok biasanya
berkepribadian yang keras dan apabila tidak merokok sekali saja, maka
kelakuannya semakin menjadi-jadi. Untuk itu anggapan rokok itu menyimpang jika orang-orang di sekitarnya itu menolak keberadaannya karena
dianggap sebagai pengganggu bagi mereka yang tidak merokok. Namun, tidak semua
orang menolak atas kehadiran rokok dan yang merokok karena mereka menganggap
jika rokok akan membuatnya nyaman. Penyimpangan sosial diartikan sebagai
tingkah laku yang menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-ciri karakteristik
rata-rata dari rakyat kebannyakan (K. Kartono, 2007: 11). Menurut Kartini
Kartono (2007: 18), penyimpangan sosial dapat dibedakan dalam tiga kelompok
yaitu sebagai berikut :
1.
Individu-individu dengan tingkah laku menyimpang yang menjadi
“masalah” merugikan dan destruktif bagi orang lain, akan tetapi tidak merugikan
diri sendiri.
2.
Individu-individu dengan tingkah laku menyimpang yang menjadi
masalah bagi diri sendiri, akan tetapi tidak merugikan orang lain.
3.
Individu-individu dengan deviasi tingkah laku yang menjadi
maslah bagi diri sendiri dan bagi orang lain.
Dalam pembahasan
penyimpangan, terdapat tiga pendekatan teori yakni teori biologis (approach
biologik), teori psikologis (approach psychologik), dan teori sosiologis
(approach sociologik) (dalam Vembriarto, 1984: 48). Namun, yang terkait dengan
tingkah laku menyimpang merokok hanya berdasarkan pada dua pendekatan teori
saja yakni teori psikologis dan sosiologis. Pendekatan teori psikologis
menekankan pada faktor-faktor tingkah laku menyimpang dari aspek psikologisnya,
sehingga orang melanggar norma-norma sosial yang ada. Faktor-faktor tersebut
diantaranya adalah intelegensi, sifat-sifat kepribadian, proses berfikir,
motivasi-motivasi untuk memperoleh kepuasan tertentu, sikap hidup yang keliru,
dan internalisasi diri yang salah, serta konflik emosi (dalam Vembriarto, 1984:
48). Berkaitan dengan merokok, maka faktor yang mempengaruhi seseorang secara
psikologis untuk berbuat menyimpang salah satunya adalah karena adanya
motivasi-motivasi untuk memperoleh kepuasan tertentu. Seseorang wanita merokok
misalnya, mereka mempunyai dorongan psikologis yang paling kuat karena untuk
mencari bentuk
jati diri. Penelitian di Inggris menunjukkan bahwa para remaja putri yang
menyangka bahwa kebiasaan merokok dapat membuatnya tampak dewasa, memberi
kepercayan diri dan mengontrol berat badannya sehingga mereka akan lebih sering
mencoba untuk merokok (T. J. Aditama, 1992: 56-57).
Dalam pendekatan teori
sosiologis menurut Teori Asosiasi
Deferensial adalah
bahwa kejahatan merupakan perikelakuan yang dianggap menyimang atau bahkan
membahayakan masyarakat. Menurut Sutherland (dalam M. D. Weda, 1996: 133),
proses yang dilalui seseorang untuk menjadi jahat atau memiliki tingkah laku
jahat, antara lain adalah:
1.
Tingkah laku jahat dipelajari, jadi tingkah laku itu tidak
diwarisi sehingga tidak mungkin ada orang jahat secara mekanis.
2.
Tingkah laku jahat seseorang dimilikinya karena pergaulan dengan
orang-orang jahat melalui proses interaksi.
3.
Apabila tingkah laku itu dipelajari, maka yang dipelajari adalah
(1) cara melakukan kejahatan itu baik yang sulit maupun yang sederhana dan (2)
bimbingan yang bersifat khusus mengenai motif, rasionalisasi, serangan, dan
sikap.
4.
Defferntial association adalah hal spesifik yang menyebabkan
seseorang bertingkah laku jahat.
Di
dalam suatu proses pergaulan seseorang, sangat dipengaruhi oleh empat unsur,
yakni masa lampau (priority), lama waktu seseorang bergaul dalam kelompoknya
(duration), frekuensi pergaulan dalam kelompoknya (frekuency), dan sikap moral
orang yang bersangkutan terhadap norma-norma yang dianut dalam kelompok
tersebut (intensity). Teori ini pada hakekatnya menekankan betapa pentingnya
sikap individu terhadap situasi lingkungannya (dalam R. Atamasasmita, 2005: 82).
Adanya perilaku menyimpang bukan berasal dari faktor keturunan, melainkan
berasal dari pergaulan individu. Seperti dikemukan dalam teori yang dikemukakan
oleh Sutherland di atas bahwa salah satu perilaku kriminal dapat dipelajari
pada pergaulan akrab. Seperti halnya dalam merokok, biasanya seseorang memulai
kebiasaan merokok diakibatkan karena pergaulannya dengan kelompok-kelompok yang
suka merokok. Seperti pengaruh lingkungan keluarga dan pengaruh lingkungan
tempat bermainnya atau peer group (T. J. Aditama, 1992: 57).
Sumber
Bacaan
·
Kartini Kartono. 2007. Patologi
Sosial Jilid I. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
·
Made Darma Weda. 1996. Kriminologi. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
·
Romli Atamasasmita. 2005. Teori
dan Kapita Selekta Kriminologi. Bandung: Refika Aditama.
·
St Vembriarto. 1984. Pathologi
Sosial. Yogyakarta: Andi Offset.
·
Tjandra Yoga Aditama. 1992. Rokok
dan Kesehatan. Jakarta: UI Press.
Langganan:
Postingan (Atom)