Jumat, 07 September 2012

Bunuh Diri Dalam Perspektif Sosiologi


Fenomena bunuh diri sudah sangat dekat dengan pikiran kita dan sangat dekat dengan pembicaraan yang identik dengan terorisme, mereka berani-beraninya bunuh diri mengatasnamakan agama,  yang mengatakan Jihad, ada juga yang bunuh diri karena motif ekonomi bahkan mereka berani melakukan hal ini karena adanya rasa kekeluargaan pada yang kuat atau rasa persatuan yang mengikat pada individu yang berkaitan sehingga mereka bunuh diri secara masal dirumah mereka ataupun di perkumpulan yang mereka rancang.Kemudian muncul beberapa pertanyaan yang muncul dari benak kita. Mengapa hal itu terjadi? Mengapa mereka sampai melakukan tindakan bunuh diri? Apa motif tujuan dari bunuh diri.
Bunuh diri merupakan suatu fenomena pembunuhan dimana mereka membunuh diri mereka sendiri. Emile Durkheim merupakan tokoh Sosiologi yang secara koperhensif mengakaji latar belakang penyebab seseorang atau kelompok melakukan bunuh diri. Berbeda dengan para ahli psikologi, yang mengkaji bunuh diri berdasarkan gejala-gejala psikis. Seperti yang dikutip dalam Nicholas Abercrombie, Stephen Hill, dan Bryan S. Turner (2010: 563), Emile Durkheim mengkaji bunuh diri berdasarkan kompleksitas sosial, ini dibuktikan dengan fakta bahwa tingkat bunuh diri lebih rendah di wilayah pedesaan, dimana gaya hidup mereka lebih sederhana daripada di perkotaan.
Kompleksitas sosial merupakan bagian dari fakta sosial, dimana fakta sosial dalam G. Ritzer (2010) disamakan dengan ‘pranata sosial’ oleh Emile Durkheim. Pranata sosial Menurut pengikutnya, Marcel Mauce dan P. Fanconnet, mencakup cara bertingkah laku dan bersikap yang tidak terbentuk dan yang telah diketemukan oleh individu di dalam pergaulan hidup dimana ia kemudian menjadi bagian daripadanya, sehingga, cara-cara bertingkah laku dan bersikap yang diketemukannya itu memaksanya untuk menurutinya dan untuk mempertahankannya. Fakta sosial menurut Marcel Mauce bersifat ekternal terhadap individu dan merupakan barang sesuatu yang sungguh-sungguh ada dan terpisah dari individu, serta mempengaruhinya (external and coercive) (G.Ritzer, 2010:19).
Dalam buku karangannya Emile Durkheim yang berjudul ‘suicide’ (1897) yang dikutip dalam Nicholas Abercrombie, Stephen Hill, dan Bryan S. Turner (2010), ia menjelaskan bahwa keputusan bunuh diri yang tampaknya merupakan gejala individual, ternyata dapat dipahami sebagai pengaruh dari berbagai bentuk solidaritas sosial dalam berbagai latar sosial. Durkheim dalam bukunya tersebut mengidentifikasi empat jenis bunuh diri berdasarkan analisis statistika bunuh diri pada berbagai masyarakat dan berbagai kelompok di dalamnya. Empat jenis bunuh diri tersebut meliputi bunuh diri ‘egoistik, bunuh diri ‘anomik’, bunuh diri ’alturistik’ dan bunuh diri ‘fatalistik’.
1.            Bunuh diri egoistik, merupakan bunuh diri yang disebabkan oleh adanya etos individualistis dimana individu bertanggung jawab atas keselamatan mereka sendiri. Hal ini bisa terjadi pada kasus bunuh diri di kalangan para artis Korea beberapa waktu yang lalu.
2.            Bunuh diri anomik, merupakan bunuh diri yang disebabkan oleh ketidakhadiran norma, kekaburan norma atau ketika norma-norma berkonflik. Dalam Novri Susan (2010: 44), bunuh diri anomi adalah hasil tercerabutnya indvidu dari tatanan sossial. Individu mengalami persengketaan dengan nilai dan norma di lingkungannya. Menurut Robert K. Merton dalam Jokie M.S. Siahaan (2009), keadaan anomie merupakan wujud adaptasi dari individu atau kelompok atas ketidakjelasn norma. Contoh: kasus bunuh diri akibat penyakit yang diderita tidak jelas kesembuhannya oleh tim medis.
3.            Bunuh diri alturistik atau bunuh diri pengorbanan, banyak ditemukan pada masyarakat primitif dan tentara dalam masyarakat modern, dimana solidaritas mekanis  lebih kuat dan bunuh diri merupakan sesuatu yang lazim dilakukan demi kebaikan kelompok.  Contoh lain dari bunuh diri alturistik adalah kasus bom bunuh diri dari kelompok radikal di Bali, India dan Timur Tengah.
4.            Bunuh diri fatalistik, diakibatkan oleh adanya peraturan sosial yang berlebihan. Contoh: kasus bunuh diri di zaman romusha pada kolonial Belanda.
Bagaimana dengan Indonesia?, bunuh diri mana yang masuk kategori masyarakat Indonesia?, apakah anomi, egoistik, falistik ataupun altruistik. Pada dasarnya bunuh diri yang telah dikelompokkan oleh Durkheim, untuk di Indonesia ada semuanya akan tetapi yang kerap terjadi adalah bunuh diri altruistik dan egoistik .
Kalau bunuh diri yang dikategorikan altruistik ketika adanya bom bunuh diri dimana-mana yang dipelopori oleh Noordin M. Top warga kebangsaan Malaysia yang menggegerkan masyarakat Indonesia. Bagaimana bunuh diri itu terjadi karena adanya ikatan baik mereka merasa ajaran yang dibawa oleh Noordin itu benar sehingga orang-orang asing bisa dikatakan non muslim adalah perusak islam. Nah, setelah diajarkan untuk merakit bom dan dibekali ilmu agama yang menyeleweng dari syariat. Mereka sang pelaku bom bunuh diri pun melaksanakan tugas dengan iming-iming kata Jihad, dengan embel-embel agama mereka berani bunuh diri dengan meledakkan bom.
Sedangkan bunuh diri egoistik yang terjadi belum lama ini dapat dicontohkan dengan bunuh diri di Super Market- Super Market dan juga dengan munculnya film 2012 yang film ini sempat membuat geger para sebagian masyarakat Indonesia seperti bunuh diri setelah mendengar isu tahun 2012 akan kiamat, seorang pria nekat melompat untuk mengakhiri hidupnya dari gedung yang tinggi setelah melakukan sembahyang. Di kabarkan bahwa ia bunuh diri karena telah sakit-sakitan selama hidupnya sedangkan ia hdup menjadi beban kelurganya. Nah dengan motif itu ia lalu melompat karena takut menyusahkan orang lain. Maka ini dapat dikatakan bunuh diri egoistis karena egosime semata ia bunuh diri. 

Rokok dalam kajian sosiologi


Rokok adalah benda beracun yang memberi efek santai dan sugesti merasa lebih jantan. Dan menyebabkan gejala yang sangat fatal bila tidak dihentikan. Kebiasaan merokok selain mempengaruhi kesehatan juga mempengaruhi kepribadian. Perokok biasanya berkepribadian yang keras dan apabila tidak merokok sekali saja, maka kelakuannya semakin menjadi-jadi. Untuk itu anggapan rokok itu menyimpang jika orang-orang di sekitarnya itu menolak keberadaannya karena dianggap sebagai pengganggu bagi mereka yang tidak merokok. Namun, tidak semua orang menolak atas kehadiran rokok dan yang merokok karena mereka menganggap jika rokok akan membuatnya nyaman. Penyimpangan sosial diartikan sebagai tingkah laku yang menyimpang dari tendensi sentral atau ciri-ciri karakteristik rata-rata dari rakyat kebannyakan (K. Kartono, 2007: 11). Menurut Kartini Kartono (2007: 18), penyimpangan sosial dapat dibedakan dalam tiga kelompok yaitu sebagai berikut :
1.    Individu-individu dengan tingkah laku menyimpang yang menjadi “masalah” merugikan dan destruktif bagi orang lain, akan tetapi tidak merugikan diri sendiri.
2.    Individu-individu dengan tingkah laku menyimpang yang menjadi masalah bagi diri sendiri, akan tetapi tidak merugikan orang lain.
3.    Individu-individu dengan deviasi tingkah laku yang menjadi maslah bagi diri sendiri dan bagi orang lain.
Dalam pembahasan penyimpangan, terdapat tiga pendekatan teori yakni teori biologis (approach biologik), teori psikologis (approach psychologik), dan teori sosiologis (approach sociologik) (dalam Vembriarto, 1984: 48). Namun, yang terkait dengan tingkah laku menyimpang merokok hanya berdasarkan pada dua pendekatan teori saja yakni teori psikologis dan sosiologis. Pendekatan teori psikologis menekankan pada faktor-faktor tingkah laku menyimpang dari aspek psikologisnya, sehingga orang melanggar norma-norma sosial yang ada. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah intelegensi, sifat-sifat kepribadian, proses berfikir, motivasi-motivasi untuk memperoleh kepuasan tertentu, sikap hidup yang keliru, dan internalisasi diri yang salah, serta konflik emosi (dalam Vembriarto, 1984: 48). Berkaitan dengan merokok, maka faktor yang mempengaruhi seseorang secara psikologis untuk berbuat menyimpang salah satunya adalah karena adanya motivasi-motivasi untuk memperoleh kepuasan tertentu. Seseorang wanita merokok misalnya, mereka mempunyai dorongan psikologis yang paling kuat karena untuk mencari bentuk jati diri. Penelitian di Inggris menunjukkan bahwa para remaja putri yang menyangka bahwa kebiasaan merokok dapat membuatnya tampak dewasa, memberi kepercayan diri dan mengontrol berat badannya sehingga mereka akan lebih sering mencoba untuk merokok (T. J. Aditama, 1992: 56-57).
Dalam pendekatan teori sosiologis menurut Teori Asosiasi Deferensial adalah bahwa kejahatan merupakan perikelakuan yang dianggap menyimang atau bahkan membahayakan masyarakat. Menurut Sutherland (dalam M. D. Weda, 1996: 133), proses yang dilalui seseorang untuk menjadi jahat atau memiliki tingkah laku jahat, antara lain adalah:
1.    Tingkah laku jahat dipelajari, jadi tingkah laku itu tidak diwarisi sehingga tidak mungkin ada orang jahat secara mekanis.
2.    Tingkah laku jahat seseorang dimilikinya karena pergaulan dengan orang-orang jahat melalui proses interaksi.
3.    Apabila tingkah laku itu dipelajari, maka yang dipelajari adalah (1) cara melakukan kejahatan itu baik yang sulit maupun yang sederhana dan (2) bimbingan yang bersifat khusus mengenai motif, rasionalisasi, serangan, dan sikap.
4.    Defferntial association adalah hal spesifik yang menyebabkan seseorang bertingkah laku jahat.
Di dalam suatu proses pergaulan seseorang, sangat dipengaruhi oleh empat unsur, yakni masa lampau (priority), lama waktu seseorang bergaul dalam kelompoknya (duration), frekuensi pergaulan dalam kelompoknya (frekuency), dan sikap moral orang yang bersangkutan terhadap norma-norma yang dianut dalam kelompok tersebut (intensity). Teori ini pada hakekatnya menekankan betapa pentingnya sikap individu terhadap situasi lingkungannya (dalam R. Atamasasmita, 2005: 82). Adanya perilaku menyimpang bukan berasal dari faktor keturunan, melainkan berasal dari pergaulan individu. Seperti dikemukan dalam teori yang dikemukakan oleh Sutherland di atas bahwa salah satu perilaku kriminal dapat dipelajari pada pergaulan akrab. Seperti halnya dalam merokok, biasanya seseorang memulai kebiasaan merokok diakibatkan karena pergaulannya dengan kelompok-kelompok yang suka merokok. Seperti pengaruh lingkungan keluarga dan pengaruh lingkungan tempat bermainnya atau peer group (T. J. Aditama, 1992: 57).


Sumber Bacaan
·         Kartini Kartono. 2007. Patologi Sosial Jilid I. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
·         Made Darma Weda. 1996. Kriminologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
·         Romli Atamasasmita. 2005. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi. Bandung: Refika Aditama.
·         St Vembriarto. 1984. Pathologi Sosial. Yogyakarta: Andi Offset.
·         Tjandra Yoga Aditama. 1992. Rokok  dan Kesehatan. Jakarta: UI Press. 

Jumat, 08 Juni 2012

Pertukaran Sosial di Kota Kupang


MASA euforia Pilkada Kota Kupang pada putaran pertama telah selesai. Masyarakat telah menilai para kandidat yang “mendadak merakyat“  untuk mengambil hati rakyat Kota Kupang dan berupaya meyakini  masyarakat pemilih dengan berbagai program pro-rakyat yang acceptable dan tentunya accountable. Kota Kupang seakan sepi dan bebas dari hiruk pikuk atribut-atribut kampanye sebagi simbol status dan kekuatan politik yang ditawarkan oleh masing-masing kandidat wali kota ataupun wakil wali kota kepada rakyat. Fakta ini secara sosiologis menarik untuk dikaji dengan tujuan memberikan pencerahan kepada masyarakat tentang  “model pertukaran sosial“ yang dilakukan oleh para kandidat wali kota dan wakil wali kota Kupang untuk mendapat simpati atau bahkan empati publik dalam pengambilan keputusan politik, pada pesta demokrasi sebagai penentu siapa yang dipilih oleh rakyat. 
Pertukaran Sosial
Secara teoritis, demokrasi adalah sebuah bentuk pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Mekanismenya dilaksanakan melalui sistem pemilihan umum yang terbuka untuk seluruh warga Negara yang telah memenuhi syarat untuk memilih. Demokrasi memberikan kebebasan dan posisi sama kepada manusia baik laki-laki maupun perempuan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan politik untuk memilih wakil rakyat  dan atau pemimpin (negara dan kepala daerah) sebagai penerima mandat dan bertanggung-jawab atas kinerjanya kepada rakyat, dan mandat itu bisa ditarik kembali bila dianggap perlu. Berkaitan dengan nilai-nilai demokrasi tersebut, saya mencoba menganalisis bagaimanakah ‘proses pertukaran sosial’ melalui biaya politik yang dikeluarkan dan dilakukan oleh para kandidat wali kota dan wakil wali kota Kupang dalam kampanye politiknya kepada masyarakat agar mendapat mandat rakyat dalam pemilihan kepala daerah. Dengan mengutip pendapat para pendukung teori pertukaran sosial yang berangkat dari asumsi do ut des, yang artinya, “saya memberi supaya engkau memberi“  dan interaksi sosial diantara manusia bertolak dari asumsi memberi dan mendapatkan kembali dalam jumlah yang sama. Dengan asumsi seperti ini kita bisa melihat bahwa dalam proses kampaye politik, baik sosialisasi terbatas maupun kampanye akbar yang dilakukan oleh para kandidadat wali kota dan wawali ada banyak pertukaran atau tingkah laku yang dipertukarkan dalam kehidupan sosial.
Fakta sosial ini bisa kita telusuri, misalnya dengan berbagai deklarasi dari berbagai kelompok masyarakat yang mengatasnamakan lembaga adat atau suku dan ataupun kelompok mahasiswa suku tertentu untuk memberikan dukungan politik kepada salah satu paket balon wali kota maupun wawali dalam kampanye terbatas. Menurut perspektif teori pertukaran sosial, interaksi sosial ini muncul karena adanya tingkah laku yang mendatangkan “imbalan” karena kelompok masyarakat cenderung tertarik pada pencitraan figur dan program-program yang ditawarkan oleh para kandidat dan akan membawa keuntungan bagi kelompok apabila calon yang diusung menang dalam pilkada karena ada misi yang disepakati bersama.
Di sini nampak ada pertukaran sosial  dengan konsekuensi biaya politik yang harus disediakan oleh para kandidat dalam bentuk konsumsi, baliho, spanduk dan berbagai atribut lainnya. Begitupun dengan sosialisasi politik melalui media massa dalam bentuk pencitraan, dan kampanye akbar yang membutuhkan mobilisasi dukungan politik dengan menggalang massa dalam jumlah yang besar, jelas banyak biaya politik sebagai imbalan yang harus dikeluarkan oleh para kandidat wali kota dan wakil wali kota sebagai konsekuensi logis dan risiko politik agar mereka mendapat simpati masyarakat.

Pintu ‘Money Politics’
Rakyat sebagai pemegang kekuasaan dan kedaulatan tertinggi dalam pesta demokrasi, harus menempatkan harga diri diatas segalanya, setiap lima tahun para calon elite politik dan penguasa selalu bertamu kepada masyarakat terutama kaum yang termarginalkan dengan berbagai janji-janji muluk untuk mensejahterakan rakyat. Faktanya tidak ada keadilan sosial bagi masyarakat, tetapi sebaliknya keadilan sosial bagi keluarga dan kroni dari elite penguasa. Mengapa hal itu terjadi? Menurut saya karena biaya politik sudah dikeluarkan mulai dari tahap pencalonan untuk membeli partai, dan biaya kampanye yang dikeluarkan untuk konsultan kampanye, pengerah massa yang kita kenal dengan koordinator lapangan atau tim sukses, berbagai atribut seperti kaos sebagai cenderamata untuk para pendukungnya, dan para pemuka masyarakat, agama dan adat yang bisa dibeli dengan uang, serta kerumunan massa bayaran.
Kondisi ini juga berlanjut sampai ke saat-saat pemungutan suara dan perhitungan hasil serta, tentu saja yang tidak boleh dilupakan adalah rangkaian ritual dan pesta perayaan sang pemenang. Fakta ini telah mengaburkan  makna demokrasi mana yang legal dan ilegal. Semuanya harus ada imbalan dalam setiap pertukaran sosial. Oleh karena itu, rakyat harus menempatkan harga diri sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, hak politik rakyat Kota Kupang, jangan mau dibeli dengan uang. Rakyat harus mau dan tegas menutup pintu dari segala intimidasi dan pembelian suara sebagai wujud politik pertukaran uang. Kalau tidak demikian, maka kedaulatan dan kesejahteraan hanya ada di tangan elite penguasa dan kroninya, bukan pada rakyat.
Indonesia pernah punya Soekarno, seorang arsitek dan politikus, NTT pernah punya Eltari,  keduanya selalu dikenang rakyatnya karena jujur dan merakyat. Kota Kupang butuh pemimpin yang harus menjadi “gincu dan garam ” bagi rakyatnya, artinya dia ‘tampak dan terasa’. Gincu (tampak) karena mempunyai kecerdasan dan terdidik sehingga membawa kesejukan dan kesejahteraan bagi kemanusiaan, memiliki etika dan nurani, memiliki konsep terhadap perubahan dan penegakan keadilan dan tidak korup dan tanpa primordial.Garam (terasa),  karena mempunyai kemauan untuk kerja keras dan saling menolong bagi yang tertindas, tidak ada intimidasi dan politik uang untuk membeli suara rakyat, program-programnya menyentuh dan membawa kesejahteraan bagi semua masyarakat bukan untuk kepentingan kelompok pendukungnya, serta tidak menggusur rakyat kecil (kaum marginal) atas nama pembangunan. Dan yang terpenting mempunyai integritas dengan Tuhan dan manusia. 
Oleh karena itu, apabila saya dan kita sekalian salah memilih pemimpin yang tidak komitmen dengan penderitaan rakyat, maka akibat yang harus dibayar oleh rakyat sangat mahal. Keadilan sosial bagi rakyat tidak akan ada dalam relasi sosial masyarakat Kota Kupang, tapi hanya pada sila dalam Pancasila.

Oleh :                    Balkis Soraya Tanof
     Waket Asosiasi Prodi Sosiologi se-Indonesia,
     Dosen Jurusan Sosiologi Fisip Undana Kupang

Sumber :             http://www.victorynewsmedia.com/v2/berita-5678-pertukaran-sosial--di-kota-kupang.html  . Jumat, 11 Mei 2012 - 18:07:53 WIB

Rabu, 06 Juni 2012

surat penting dalam menyusun tugas akhir jurusan sosiologi fisip undana kupang

         Berbicara mengenai tugas akhir tentunya kita harus melalui beberapa tahapan untuk memulainya, dimana tahapan awal yang harus kita butuhkan adalah dengan mengajukan 3 judul penelitian kepada pimpinan jurusan untuk ditentukan 1 judul untuk penelitian kita nanti. setelah judul diterima maka mulailah kita untuk menyusun proposal penelitian sampai pada tahap akhir yaitu menyusun tugas akhir (skripsi). 
        Pada postingan sebelumnya saya telah memberikan format pengajuan judul. nah, kali ini saya share surat-surat yang dibutuhkan mulai dari surat permohonan bimbingan hingga penyelenggaraan seminar.silakan klik disini untuk mendownload.

Senin, 04 Juni 2012

TEORI - TEORI PEMBANGUNAN


1.       Max Weber : Etika Protestan
Dalam bukunya yang berjudul ”Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme”, Weber mengemukakan bahwa etika dan gagasan Puritan telah memberikan pengaruh terhadap perkembangan kapitalisme. Ia mendefinisikan semangat kapitalisme sebagai gaasan dan kebiasaan yang bisa menunjang pengejaran keuntungan ekonomi secara rasional. Weber menunjukkan bahwa semangat  yang hanya ingin mengejar keuntungan secara rasional tidaklah terbatas hanya ada di budaya Barat. Bila hal tersebut dipandang sebagai sikap individual, maka ia tidak dapat dengan sendirinya membentuk suatu tatanan ekonomi baru (yaitu kapitalisme). Melainkan adanya kecendurungan-kecenderungan umum yaitu keserakahan terhadap keuntungan dengan upaya yang minimal dengan gagasan tentang kerja yang merupakan suatu “kutukan” dan beban yang mana harus dihindari khususnya ketika hasil yang diperoleh melebihi kebutuhan untuk kehidupan yang sederhana.
Weber memperlihatkan bahwa tipe-tipe Protestanisme tertentu mendukung pengejaran keuntungan ekonomi yang rasional dan bahwa kegiatan-kegiatan duniawi telah memperoleh makna yang spiritual dan moral yang positif. Ini bukanlah tujuan dari gagasan keagamaan tersebut, melainkan hanya sebagai “produk sampingan” saja.
Weber menelusuri asal-usul etika Protestan pada Reformasi. Dalam pandangannya, di bawah Gereja Katolik Roma, seorang individu bisa dijamin keselamatannya melalui kepercayaan akan sakramen-sakramen gereja dan otoritas hierarkinya. Namun, Reformasi secara efektif telah menyingkirkan jaminan-jaminan tersebut bagi orang biasa.
Weber berpendapat bahwa kaum Protestan mulai mencari “tanda-tanda” lain yang menunjukkan bahwa mereka selamat. Dalam hal ini, sukses dunia menjadi sebuah ukuran keselamatan. Menurut penafsiran Weber, suatu “panggilan” dari Tuhan tidak lagi terbatas hanya kepada kaum rohaniawan atau gereja, melainkan berlaku bagi pekerjaan atau usaha apapun.
Weber melihat pemenuhan etika Protestan bukan dalam “Lutheranisme” (yang ditolak lebih sebagai sebuah agama hamba), melainkan dalam bentuk kekristenan yang “Calvinis”. Dalam pengertian yang sederhana pernyataan yang ditemukan Weber adalah: Menurut agama Protestan yang baru, bahwa seorang individu secara keagamaan didorong untuk mengikuti suatu panggilan sekular dengan semangat yang sebesar-besarnya. Seseorang yang hidup menurut pandangan dunia akan lebih besar kemungkinannya untuk mengakumulasikan uang. Namun, menurut beberapa agama baru (khususnya Calvinisme), menggunakan uang untuk kemewahan pribadi atau untuk membeli ikon-ikon keagamaan dianggap berdosa. Selain itu, amal umumnya dipandang negatif  karena orang yang tidak berhasil dalam ukuran dunia dipandang sebagai gabungan dari kemalasan atau tanda bahwa Tuhan tidak memberkatinya. Weber memecahkan pernyataan tersebut adalah dengan menginvestasikan uang untuk yang memberikan dukungan besar bagi lahirnya kapitalisme. Weber percaya bahwa dukungan dari etika Protestan pada umumnya telah lenyap dari masyarakat. Ia mengutip tulisan dari Benjamin Franklin yang menekankan kesederhanaan, kerja keras dan penghematan, namun pada umumnya tidak mengandung isi rohani. Weber juga mengatakan bahwa sukses dari produksi massal sebagian disebabkan oleh etika Protestan. Hanya setelah barang-barang mewah yang mahal ditolak, maka individu-individu dapat menerima produk-produk seragam yang ditawarkan oleh industrialisasi.
Pada akhirnya studi tentang etika Protestan menurut Weber, semata-mata hanyalah menyelidiki suatu tahap dari emansipasi dari magi, “pembebasan dari ilusi dunia” yang dianggap sebagai ciri khas yan membedakan dari budaya Barat. Buku ini merupakan upaya pertama Weber dalam menggunakan konsep rasionalisasi. Gagasan bahwa kapitalisme modern berkembang dengan dari pengejaran kekayaan yang bersifat keagamaan berarti suatu perubahan terhadap cara keberadaan yang rasional, kekayaan. Pada suatu titik tertentu, rasional ini berhenti, mengalahkan, dan meninggalkan gerakan keagamaan yang mendasarinya, sehingga yang tertinggal hanyalah kapitalisme rasional. Jadi intinya, “semangat kapitalisme” Weber adalah semangat rasionalisme dari teori yang mengatakan bahwa semua lembaga manusia (termasuk agama) didasarkan pada dasar-dasar ekonomi, dengan menyiratkan bahwa gerakan keagamaan memperkuat kapitalisme, bukan sebaliknya.
2.       Kebutuhan Motivasi Menurut  McClelland
David McClelland dalam teorinya Mc.Clelland’s Achievment Motivation Theory atau teori motivasi prestasi. Dalam teorinya McClelland mengemukakan bahwa individu mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi individu dan situasi serta peluang yang tersedia.
Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan akan prestasi (achiefment), kebutuhan kekuasaan (power), dan kebutuhan afiliasi (bersahabat). Model motivasi ini ditemukan diberbagai dunia kerja, baik staf maupun manajer. Beberapa karyawan memiliki karakter yang merupakan perpaduan dari model motivasi tersebut.
a.       Kebutuhan akan prestasi (n-ACH)
Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan apa yang di hadapi sesuai standar kondisi, bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi antara lain bersedia menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka, keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah.n-ACH adalah motivasi untuk berprestasi , karena itu karyawan akan berusaha mencapai prestasi tertingginya, pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi menantang, dan kemajuan dalam pekerjaan. Karyawan perlu mendapat umpan balik dari lingkungannya sebagai bentuk pengakuan terhadap prestasinya tersebut.
b.      Kebutuhan akan kekuasaan (n-pow)
Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi kepemimpinan.
n-pow adalah motivasi terhadap kekuasaan. Karyawan memiliki motivasi untuk berpengaruh terhadap lingkungannya, memiliki karakter kuat untuk memimpin dan memiliki ide-ide untuk menang. Ada juga motivasi untuk peningkatan status dan prestise pribadi.

c.       Kebutuhan untuk bersahabat atau berafiliasi (n-affil)
Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi.
McClelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki kombinasi karakteristik tersebut, akibatnya akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam bekerja atau mengelola organisasi.
Karakteristik dan sikap motivasi prestasi menurut Mcclelland:
a)       Pencapaian adalah lebih penting daripada materi.
b)      Mencapai tujuan atau tugas memberikan kepuasan pribadi yang lebih besar dari pada menerima pujian atau pengakuan.
c)       Umpan balik sangat penting, karena merupakan ukuran sukses (umpan balik yang diandalkan, kuantitatif dan faktual).

3.       W.W. Rostow : Lima tahap Pembangunan
Menurut Rostow pembangunan ekonomi atau proses tranformasi suatu masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern merupakan proses yang multidimensional. Pembangunan ekonomi bukan berarti hanya perubahan struktur ekonomi suatu Negara tetapi juga ditunjukan oleh peranan sector pertanian dan peranan sector industry . menurut rostow pembangunan ekonomi berarti pula sebagai suatu proses yang menyebabkan antara lain :
1.          Perubahan orientasi organisasi ekonomi , politik , dan social yang pada mulanya berorientasi kepada  suatu daerah menjadi berorientasi keluar.
2.          Perubahan  pandangan masyarakat menganai jumlah anak dalam keluarga yaitu dari menginginkan banyak anak menjadi keluarga kecil.
3.          Perubahan dalam kegiatan investasi masyarakat, dari melakuakn investasi yang tidak produktif (menumpuk  emas , membeli rumah dan sebagainya) menjadi investasi yang produktif.
4.          Perubahan sikap hidup dan adat istiadat yang terjadi , merangsang pembangunan ekonomi ( misalnya penghargaan terhadap waktu , penghargaan terhadap prestasi perorangan)

Proses pembangunan ekonomi menurut W.W Rostow bisa dibedakan dalam 5 tahap, yaitu :
a.      Masyarakat tradisional
Sistem ekonomi yang mendominasi masyarakat tradisional adalah pertanian, dengan cara-cara bertani yang tradisional. Produktivitas kerja manusia lebih rendah bila dibandingkan dengan tahapan pertumbuhan berikutnya. Masyarakat ini dicirikan oleh struktur hirarkis sehingga mobilitas sosial dan vertikal rendah. Pada masyarakat tradisional ilmu pengetahuan belum begitu banyak dikuasai , karena masyarakat pada saat itu, masih mempercayai kepercayaan-kepercayaan tentang kekuatan diluar kekuasaan menusia atau hal gaib . manusia yang percaya akan hal demikian, tunduk kepada alam dan belum bias menguasai alam akibatnya produksi sangat terbatas masyarakat tradisioanal itu cenderung bersifat statis (kemajuan berjalan sangat lamban) produksi dipakai untuk konsumsi sendiri, tidak ada di investasi. Generasi ke generasi tidak ada perkembangan , dalam hal ini yaitu antara orangtua dan anaknya, memilki pekerjaan yang sama dan keduduakn yang sederajat .
Ciri-ciri tahap masyarakat tradisional adalah sebagai berikut:
1.               Fungsi Produksi terbatas, cara produksi masih primitif, dan tingkat produktifitas masyarakat rendah.
2.               Struktur sosial bersifat hierarkis, yaitu kedudukan masyarakat tidak berbeda dengan nenek moyang mereka.
3.               Kegiatan politik dan pemerintahan di daerah-daerah berada di tangan tuan tanah.

Contoh : Suku Baduy di Jawa Barat.
                Orang Kanekes atau orang Baduy adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek Sunda–Banten. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Kanekes 'dalam' tidak mengenal budaya tulis. Menurut kepercayaan yang mereka anut, orang Kanekes mengaku keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus ke bumi. Asal usul tersebut sering pula dihubungkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan keturunannya, termasuk warga Kanekes mempunyai tugas bertapa atau asketik (mandita) untuk menjaga harmoni dunia.
b. Pra-kondisi tinggal landas
Selama tahapan ini, tingkat investasi menjadi lebih tinggi dan hal itu memulai sebuah pembangunan yang dinamis. Model perkembangan ini merupakan hasil revolusi industri. Konsekuensi perubahan ini, yang mencakup juga pada perkembangan pertanian, yaitu tekanan kerja pada sektor-sektor primer berlebihan. Sebuah prasyarat untuk pra-kondisi tinggal landas adalah revolusi industri yang berlangsung dalam satu abad terakhir.
Pembangunan ekonomi menurut Rostow sadalah suatu proses yang menyebabkan perubahan karekteristik penting suatu masyarakat, misalnya perubahan keadaan sistem politik, struktur social, system nilai dalam masyarakat dan struktur ekonominya. Jika perubahan seperti itu terjadi, maka pertumbuhan ekonomi dapat dikatakan sudah terjadi. Suatu masyarakat yang sudah mencapai proses pertumbuhan yang demikian sifatnya, dimana pertumbuhan ekonomi sudah sering terjadi, boleh dianggap sudah berada pada tahap prasyarat tinggal landas.
Tahap prasyarat tinggal landas ini didefinisikan Rostow sebagai suatu masa transisi dimana masyarakat mempersiapkan dirinya untuk mencapai pertumbuhan atas kekuatan sendiri (self-sustainable growth). Menurut Rostow, pada tahap ini dan sesudhnya pertumbuhan ekonomi akan terjadi secara otomatis.
Tahap prasyarat tinggal landas ini mempunyai 2 corak. Pertama adalah tahap prasyarat lepas landas yang dialami oleh Negara Eropa, Asia, Timur tengah, dan Afrika, dimana tahap ini dicapai dengan perombakann masyarakat tradisional yang sudah lama ada. Corak yang kedua adalah tahap prasyarat tinggal landas yang dicapai oleh Negara-negara Born free (menurut Rostow) seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia, dimana Negara-negara tersebut mencapai tahap tinggal landas tanpa harus merombak system masyarakat yang tradisional. Hal ini disebabkan oleh sifat dari masyarakat Negara-negara tersebut terdiri dari imigran yang telah mempunyai sifit-sifat yang dibutuhkan oleh suatu masyarakat untuk tahap prasyarat tinggal landas.
Seperti telah diungkapkan dimuka, Rostow sangat menekankan perlunya perubahan-perubahan yang multidimensional, karena ia tak yakin akan kebenaran pandangan yang menyatakan bahwa pembangunan akan dapat dengan mudah dicipkatan hanya jika jumlah tabungan ditingkatkan. Menurut pendapat tersebut tingkat tabungan yang tinggi akan mengakibatkan tingkat investasi tinggi pula sehingga mempercepat pertumbuhan ekonomi yang dicerminkan oleh kenaikan pendapatan nasional. Namun menurut Rostow pertumbuhan ekonomi hanya akan tercapai jika diikuti oleh perubahan-perubahan lain dalam masyarakat. Perubahan-perubahan itulah yang akan memungkinkan terjadinya kenaikan tabungan dan penggunaan tabungan itu sebaik-baiknya.
Perubahan-perubahan yang dimaksud Rostow misalnya kemampuan masyarakat untuk menggunakan ilmu pengetahuan modern dan membuat penemuan-penemuan baru yang bisa menurunkan biaya produksi. Disamping itu harus ada pula orang-orang yang menggunakan penemuan baru tersebut untuk memodernisir cara produksi dan harus didukung pula dengan adanya sekelompok masuyarakat yang menciptakan tabungan dan meminjamkannya kepada wiraswasta, yang inovativ untuk meningkatkan porduksi dan menaikkan produktivitas. Singkatnya, kenaikan investasi yang akan menciptakan pembangunan ekonomi yang lebih cepat dari sebelumnya bukan semata-mata tergantung pada kenaikkan tingkat tabungan, tetapi juga kepada perubahan radikal dalamsikap masyarakat terhadap ilmu pengetahuan, perubahan teknik produksi, pengambilan resiko dan sebagainya.
Selain hal-hal diatas, Rostow menekankan pula kenaikan tingkat investasi hanya mungkin terjadi jika terjsdi perubahan dalam struktur ekonomi. Kemajuan disektor pertanian, pertambangan dan prasarana harus terjadi semata-mata dengan proses peningkatan investasi. Pembangunan ekonomi hanya dimungkinkan oleh adanya kenaikan produktivitas di sector pertanian dan perkembangan di sector pertambangan.
Menurut Rostow, kemajuan sector pertanian mempunyai peranan penting dalam masa peralihan sebelum mencapai tahap tinggal landas. Peranan sector pertanian tersebut antara lain, pertama, kemajuan pertanian menjamin penyediaan bahan makanan bagi penduduk di pedesaan maupun diperkotaan. Hal ini menjamin penduduk agar tidak kelaparan dan menghemat devisa kerena import bahan makanan dapat dihindari. Kedua, kenaikan produktivitas di sector pertanian akan memperluas pasar dari berbagai kegiatan industri. Kenaikan pendapatan petani akan memperluas pasar industri barng-barang konsumsi, kenaikan produktivitas pertanian akan memperluas pasar industri-industri penghasil input pertanian modern seperti mesin-mesin pertanian dan pupuk kimia, kenaikan pendapatan disektor pertanian akan menciptakan tabungan yang bias digunakan sector lain (terutama industri) sehingga bias meningkatkan investasi di sector-sektor lain tersebut.
Biasanya kondisi pada saat ini terjadi karena adanya campur tangan dari luar, dari masyarakat yang lebih sudah maju. Masyarakat didalmnya tidak mampu untuk mengubah dirinya sendiri, atau bukan karena factor internal dari masyarakat itu sendiri. Dikarenakan adanya goncangan campur tangan dari luar maka timbullah berkembang ide pembaharuan.
Contoh :
Seperti yang terjadi di jepang ,dengan di bukanya masyarakat ini pada saat itu terjadi nya peningkatan tabungan masyarakat ,kemudian tabungan itu dipakai untuk melakukan investasi pada sector-sektor produktif yang menguntungkan,misalnya pendidikan ,investasi yang dilakukan baik perorangan maupun oleh Negara , maka terbentuklah Negara tradisional yang sentralistis  . Singkatnya, usaha dalam meningkatkan produksi mulai bergerak pada saat itu.
c. Tinggal landas (Lepas Landas)
                Tahapan ini dicirikan dengan pertumbuhan ekonomi yang dinamis. Karakteristik utama dari pertumbuhan ekonomi ini adalah pertumbuhan dari dalam yang berkelanjutan yang tidak membutuhkan dorongan dari luar. Seperti, industri tekstil di Inggris, beberapa industri dapat mendukung pembangunan. Secara umum “tinggal landas” terjadi dalam dua atau tiga dekade terakhir. Misalnya, di Inggris telah berlangsung sejak pertengahan abad ke-17 atau di Jerman pada akhir abad ke-17.
Pada tahap ini telah tersingkirnya hambatan-hambatan yang menghalangi pertumbuhan ekonomi, serta tabungan dan investasi yang efektif meningkat dari 5% menjadi 10 % dari pendapatan nasional atau lebih. Industry-industripun mulai berkembang dengan sangat pesat keuntungan nya sebagian besar ditanamkan ke industry yang baru. Dan sector modern dalam perekonomian pun berkembang.
Pada tahap tinggal landas, pertumbuhan ekonomi selalu terjadi. Pada awal tahap ini terjadi perubahan yang drastis dalam masyarakat seperti seperti revolusi politik, terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi, atau berupa terbukanya pasar baru. Sebagai akibat dari perubahan-perubahan tersebut secara teratur akan tercipta inovasi-inovasi dan peningkatan investasi. Investasi yang semakin tinggi ini akan mempercepat laju pertumbuhan pendapatan nasional dan melebihi tingkat pertumbuhan penduduk. Denga demikian tingjat pendapatan perkapita semakin besar.
Untuk mengetahui apakah sesuatu negara sudah mencapai tahap tinggal landas atau belum, Rostow mengemukakan tiga ciri dari masa tinggal landas yaitu:
1.                     Berlakunya kenaikan dalam penanaman modal yang produktif dari 5 persen atau kurang menjadi 10 persen dari Produk Nasional Netto atau NNP.
2.                     Berlakunya perkembangan satu atau beberapa sektor industri dengan tingkat laju perkembangan yang tinggi.
3.                     Adanya atau segera terciptanya suatu rangka dasar politik, sosial, dan kelembagaan yang bisa menciptakan perkembangan sektor modern dan eksternalitas ekonomi yang bisa menyebabkan pertumbuhan ekonomi terus terjadi.
Contohnya :
Teknik-teknik pertanian yang mulai tumbuh dan berkembang. Pertanian menjadi usaha kormesial untuk mencari keuntungan bukan sekedar konsumsi sendiri. Karena peningkatan dalam produkfitas pertanian merupakan sesuatu yang penting dalam proses lepas landas, sebab proses modernisasi membutuhkan hasil pertanian yang banyak supaya proses perubahan dapat dijangkau. Teknik penanaman jamur yang telah dikembangkan oleh ahli-ahli dalam bidang pertanian, agar produksi jamur lebih diminati dan lebih memiliki pasar yang luas,
d. Menuju Kedewasaan
Setelah lepas landas akan terjadi proses kemajuan yang terus bergerak ke depan, meskipun kadang-kadang terjadi pasang surut. Pendapatan asional selalu di investasikan kembali sebesar 10% sampai 20%, untuk mengatasi persoalan pertambahan penduduk.
Kedewasaan pembangunan ditandai oleh investasi yang terus-menerus antara 40 hingga 60 persen. Dalam tahap ini mulai bermunculan industri dengan teknologi baru, misalnya industri kimia atau industri listrik. Ini merupakan konsekuensi dari kemakmuran ekonomi dan sosial. Pada umumnya, tahapan ini dimulai sekitar 60 tahun setelah tinggal landas. Di Eropa, tahapan ini berlangsung sejak tahun 1900.
Kedewasaan dimulai ketika perkembangan industry terjadi tidak saja meliputi teknik-tiknik produksi, tetapi juga dalam aneka barang yang diproduksi. Yang diproduksikan bukan saja terbatas pada barang konsumsi, tetapi juga barang modal.

Contoh :
Industry berkembang dengan pesat, Negara menetapkan posisinya dalam perekonomian global. Barang-barang yang tadinya di impor sekarang di produksikan didalam negari, impor baru menjadi kebutuhan, jadi untuk mengimbangi barang impor maka barang-barang ekspor harus berkualitas.
Misalnya saja ekspor dan impor batik di Indonesia, batik di indonsia mempunyai potensi dan kualitas yang bagus jika dibandingkan dengan impor batik yang ada di Indonesia, kebanyakan dari Negara Malaysia dan Negara Srilanka, jadi ekspor batik Indonesia lebih berkualitas dari impor batik yang ada di Indonesia.
e. Era konsumsi tinggi
Ini merupakan tahapan terakhir dari lima tahap model pembangunan Rostow. Pada tahap ini, sebagian besar masyarakat hidup makmur. Orang-orang yang hidup di masyarakat itu mendapat kemakmuran dan keseberagaman sekaligus. Menurut Rostow, saat ini masyarakat yang sedang berada dalam tahapan ini adalah masyarakat Barat atau Utara.
Pada tahap ini perhatian masyarakat sudah lebih menekankan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat bukan lagi kepada masalah produksi.
Terdapat 3 macam tujuan masyarakat atau negara yaitu:
1.                   Memperbesar kekuasaan dan pengaruh ke luar negeri dan kecenderungan ini bisa berakhir pada penjajahan terhadap bangsa lain.
2.                   Menciptakan negara kesejahteraan dengan cara mengusahakan terciptanya pembagian pendapatan yang lebih merata melalui sistem pajak yang progresif
3.                   Meningkatkan konsumsi masyarakat melebihi kebutuhan pokok yang meliputi pula barang yang tahan lama dan barang mewah.
Selain itu juga, investasi untuk menigkatkan produksi tidak lagi menjadi tujuan yang utama. Pembangunan sudah merupakan sebuah proses yang berkesinambugan yang bias menopang kemajuan secara terus-menerus. Pada masa ini rostow juga berbicara tentang keperluan akan adanya sekelompok wiraswastawan yakni orang-orang yang berani melakukan tindakan pembaharuan meskipun ada resiko. Terdapat dua kondisi social yang menyebabkan lahirnya para wiraswastawan ini, yaitu :
1.                         Adanya masyarakat modern yang ingin mencapai kekuasaan melalui cara-cra konvensional. Tetapi masyarakat tradisional tidak memberikan hak kepada masyarakat modern karena masyarakat tradisional itu premitif.
2.                      Masyarakat tradisional cukup fleksibel atau memberikan kebebasan kepada warganya untuk mencari kekayaan atau kekuasaan politik untuk menaikkan statusnya ditengah-tengah masyarakat.

Kelompok ini lah yang akan menjadi tenaga pendorong untuk melakukan pembaharuan, melupakan kelompok yang, memiliki semangat tinggi karena tatanan social politik tidak mengekang dirinya.
Contoh :
Pengguna sepeda motor yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan mobil, setiap kenaikan satu juta kiloliter berarti menambah subsidi Rp1,9 triliun. Karena itu, pemerintah akan mengarahkan kebijakan penghematan subsidi BBM bagi pengendara sepeda motor.

4.       Alex Inkeles dan David H. Smith : Manusia modern.
Pembangunan bukanlah permasalahan modal dan teknologi belaka, namun dibutuhkan tenaga manusia yang terampil dan berkualitas dan mampu mengembangkan sarana tersebut agar menjadi produktif. Dalam hal ini dibutuhkan yang namanya manusia modern. Manusia modern adalah manusia yang mempunyai keterbukaan terhadap pengalaman dan ide baru, berorientasi pada masa sekarang dan masa yang akan datang, mempunyai kesanggupan merencanakan, bisa melakukan adaptasi dengan cepat, dan lain-lain. Untuk menciptakan manusia modern menurutnya diperlukan beberapa cara, dari sekian cara pendidikan merupakan cara yang paling efektif, karena pengaruh pendidikan tiga kali lebih besar dibandingkan dengan cara lain.